Menjadi sebuah keniscayaan bahwa setiap hari kita dihadapkan pada konten. Konten berbagai tipe baik visual, audio, hingga audivisual tidak akan bisa dihindari. Saya mengalami sendiri jatuh ke godaan untuk scrolling dan menjadi tidak produktif. Hati kecil saya mengatakan harus berhenti. Saya menyadari pekerjaan saya yang banyak yang mesti saya selesaikan. Godaan konten yang saya akui saya sudah di tahap adiksi.

Melalui artikel ini saya ingin berbagi bagaimana berkonten ria tanpa rasa bersalah apalagi adiksi. Berkonten ria menurut definisi saya pribadi bisa jadi luas. Yang pertama adalah menciptakan konten, dan yang kedua yaitu menikmati/menggunakan konten.

Manusia adalah makhluk yang sangat suka cerita. Tidak heran segala cerita fiksi maupun nonfiksi selalu kita konsumsi setiap harinya. Tidak ada yang tidak terpapar oleh cerita. Bahkan saat ini saya menantikan cerita Barbie dan Ariel yang akan segera tayang. Meski saya sudah sedikit banyak tahu, tapi tetap saja, akan selalu ada yang baru, kreatif dan kejutan. 

Konten sendiri adalah cerita. Bisakah membagikan cerita dengan riang, gembira? Saya teringat, saya sangat bahagia waktu itu bercerita dengan rekan kerja saya di sebuah toko kopi. Hati terasa hangat ketika berbagi cerita, berbagi penderitaan dan rasa sedih. Saya berdoa momen seperti itu bisa rutin saya alami kedepannya dengan frekuensi yang tetap.

Rasanya terlalu luas jika berpikir bahwa berbagi cerita di toko kopi adalah berkonten. Mungkin bukan luas, namun seperti perumpamaan. Merujuk KBBI, makna konten memerlukan media atau produk elektronik seperti ponsel, laptop, tablet, komputer, dan lain sebagainya. Media juga bisa media sosial seperti instagram, facebook, dan lain sebagainya.

Untuk berkonten adalah untuk melatih keberanian. Saya sejujurnya bukan pribadi ekstrofer yang menyukai keramaian, memiliki energi bersosialisasi yang tinggi, dan berani. Saya sejak kecil adalah pribadi pendiam, pemalu yang tertutup dan murung. Guru sekolah saya kerap kali bertanya pada orangtua saya mengenai saya yang rendah diri.

Tapi tentu hidup selalu mengalami kemajuan yang berarti. Kepribadian saya yang negatif perlahan saya ubah. Saya membaca untuk membangun pola pikir yang lebih sehat dan positif. 

Keberanian ada kalanya muncul di saat kita dihadapkan pada lingkungan yang juga kondusif dan aman. Saya waktu itu berani berkonten karena saya dikelilingi teman-teman baik saya di Komunitas Blogger Pontianak. Saya berjalan dengan baik dan berani memperkenalkan sebuah produk yang bermanfaat untuk orang lain. Saya bersyukur saya berani berkonten pada saat itu.

Lain cerita saat saya wisuda di bulan Maret lalu, saya hanya berharap waktu cepat berlalu. Saya tidak berkonten apapun, merekam dan berfoto juga ala kadarnya. Ya, saya korban bully atau perundungan. Tentu ketika melihat wajah-wajah bully itu saya menjadi takut dan tidak nyaman. Tapi saya bersyukur, hal ini sudah berlalu dan waktu itu ada orang tua dan adik-adik saya yang siap melindungi saya kapan pun.

Kesimpulan dari dua cerita diatas, lingkungan kondusif berperan krusial dalam berkonten. Apa para pembaca juga setuju? Untuk berkonten apalagi sampai berkonten ria berkonten dengan bahagia, pasti lebih banyak lagi faktor-faktor untuk keberhasilan tujuan.

Dalam berkonten ria tentu memerlukan internet yang andal dan stabil. Internet didapat dari Internet Provider. Internet Provider yang menjadi andalan banyak konten kreator yakni IndiHome. Saya sendiri merasa puas terhadap kinerja IndiHome. IndiHome yang merupakan bagian dari Telkom Indonesia juga sedang ada kampanye berbagi cerita loh bahkan ada hadiahnya juga. Saya sangat mengapresiasi kreativitas Telkom Indonesia dalam mengadakan lomba konten di 2023 ini yang kini menjadi rutinitas <3.