Ramadhan 1440 H berlalu dengan gempita. Ramadhan tahun ini sama seperti tahun kemarin. Namun, sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dulu, aku merayakan ramadhan dengan seluruh anggota keluarga. Kini, agak berbeda. Betul sekali yang bilang kalau hidup itu dinamis, tidak statis, tidak akan melulu sama. Kita harus dewasa menyikapinya.

Ramadhanku tahun ini berdua saja dengan adik. Nasib sebagai mahasiswi perantau, harus mandiri. Ini tahun kelimaku merantau. Kondisiku sebenarnya tidak bisa juga dibilang merantau. Namun, karena mirip dengan perantau yang hidup serba mandiri, anggap sajalah begitu. Kondisiku memang agak lain dan beda. Ayahku lima tahun lalu dapat pekerjaan di kabupaten Sekadau, 7 jam dari kotaku sekarang, Kota Pontianak. Ayah, ibu, dan adik bungsuku sekarang tinggal di kabupaten tersebut. Aku dan adikku yang lain, tinggal di Kota Pontianak, bersekolah di sini.

Ayah, Ibu dan adik bungsuku baru bisa datang seminggu sebelum lebaran. Bapakku malah tidak bisa ikut sama sekali ke Pontianak, karena persoalan tempat kerjanya. Agak membuat sedih sebenarnya. Namun, aku yakin, semua orang punya tantangan masing-masing dalam hidup. Dan, kitapun tetap harus banyak-banyak bersyukur. Berhenti untuk selalu lihat apa yang salah dalam hidup, tapi coba belajar untuk merayakan setiap hal baik yang dialami. Menanamkan cara berpikir untuk banyak-banyak bersyukur adalah hal yang teramat penting.

Adikku selalu bangun sahur duluan. Kemudian kami sahur bersama. Terkadang, ketika rasa malas menyergap, puasa hari itu hanya berbekal kurma dan air putih. Sesederhana itu.
Ketika berbuka, aku selalu masak nasi setiap habis sholat ashar. Kemudian jam 5 menjelang berbuka mulai mejelajah daerah Sungai Jawi untuk mencari takjil dan lauk berbuka. Kami diberi uang masing-masing oleh orang tua kami. Kemudian kami patungan untuk membeli lauk berbuka. Kadang, lauknya juga kami sisakan untuk sahur. Sederhana dan umum-umum saja sih menu berbuka dan lauk kami. Biasanya, air kelapa, air tebu, air tahu, sop, olahan ayam, rendang, dan ikan.
Our Simple Ramadhan Feast :)
Ramadhan tahun ini, sebagai mahasiswa semester 6, banyak sekali waktu habis untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah. Sudah seharusnya memang sih. Justru menjadi aneh, kalau waktu habis bukan untuk hal positif diatas. Memang harus mulai berpikir dewasa, kalau belajar adalah perjuangan dan juga pengorbanan. Kita hanya akan berkembang ketika kita keluar dari zona nyaman.

Ramadhan tahun ini, walau ada banyak kesibukan, tapi banyak sekali hal yang sangat berarti. Hal itu yakni momen bukber aka buka puasa bersama. Aku beberapa kali bukber bersama teman sekelas, sahabat dan juga komunitas. Dan pastinya bukber bersama keluarga di seminggu terakhir bulan Ramadhan. Bukber bagi mahasiswi rantau sepertiku, adalah momen bahagia. Bisa berhemat dan juga bisa menyantap makanan sehat yang halal dan thayyib.

Ramadhan 1440 H kuhabiskan selama sebulan penuh tanpa kemana-mana  di kota Pontianak saja. Dari Mei hingga Juni, tiada jadwal pelatihan atau kegiatan di kota lain. Bersyukur sih, bayangkan betapa teparnya kalau sampai ada jadwal pelatihan. Ramadhan di kota Pontianak itu sangatlah spesial. Kota Khatulistiwa yang penuh keberagaman ini benar-benar merayakan datangnya bulan suci dengan meriah. Pontianak selalu punya tempat spesial di hatiku. Kota ini memang bukan kota kelahiranku, tapi kota ini tempatku bertumbuh dan pastinya juga tempatku mulai percaya dan mulai merajut mimpi dan cita-cita. Aku mendapatkan banyak cinta dari kota ini. Kota ini juga menjadi saksi berbagai kesulitan dan juga perubahan-perubahan besar dalam hidup.

Kota Pontianak selalu punya tradisi unik. Ada 3 tradisi unik dan menarik yang dilakukan oleh warga Pontianak saat Ramadhan. Tradisi-tradisi tersebut yakni permainan meriam karbit, pemasangan keriang bandong, dan juga kuliner sotong pangkong. 


meriam karbit, gambar dari: https://pontianak.tribunnews.com/2019/06/03/yuk-rasakan-sensasi-nyucul-meriam-karbit-raksasa-di-festival-meriam-karbit-pontianak

Bermain meriam karbit tidak pernah kulakukan secara langsung, karena cukup ekstrim dan aku juga tidak berani. Aku biasanya bermain ke sungai kapuas, lebih tepatnya ke taman alun kapuas atau café di tepian sungai kapuas saat waktu senggang untuk sekedar relaksasi dan hiburan. Aku biasanya melihat meriam-meriam yang besar dan juga indah, meriamnya di cat dan dihias corak insang. Sungguh menarik. Suara ledakannya juga pastinya dahsyat.

2 gambar diatas dari Fellimeido Marafelino, http://pontinesia.com/berita/keriang-bandong-tradisi-masyarakat-kota-pontianak-selama-ramadhan
Yang kedua yakni Keriang Bandong. Keriang Bandong itu sendiri adalah tradisi penyalaan obor dari bambu kecil yang diberi sumbu. Keriang Bandong itu juga bisa ditujukan untuk nama lampu minyak tanah yang digunakan sebagai sumber cahaya. Kata ‘keriang” diambil dari nama serangga penyuka cahaya, yang dalam bahasa Indonesianya mungkin laron atau kunang-kunang. Sedangkan kata ‘bandong” memiliki arti berbondong-bondong. Hal ini dikarenakan keriang berbondong-bondong mendatangi sumber cahaya. Kata keriang dan bandong berasal dari bahasa lokal di sini yakni bahasa Melayu Pontianak. Namun, masyarakat kini lebih suka menghias rumah-rumah mereka tidak lagi dengan obor dari bambu tersebut, melainkan dengan lampu-lampu kecil warna-warni.
Penampakan gerobak sotong pangkong dari depan.

Yang terakhir yakni, kulineran sotong pangkong. Ini yang jadi favorit dan paling dinantikan. Kuliner ini spesial banget. Munculnya spesial di bulan Ramadhan saja. Sotong pangkong juga dijual di daerah Sungai Jawi yakni di jalan Merdeka. Ada juga sih di jual di daerah lain, namun tidak semeriah dan seramai yang di Jalan Merdeka. Suasanya sudah seperti pasar malam. Dulu waktu SMA, aku pernah membantu tante dan nenekku untuk berjualan sotong pangkong. Sungguh pengalaman yang berharga dan tidak terlupakan. Ramadhan tahun ini, aku berkunjung untuk makan sotong pangkongnya bersama sahabatku Lilis yang baru pertama kali merasakan kuliner ini. Sotong pangkong ini penyajiannya cukup mudah, sotong yang sudah dikeringkan dibakar, kemudian dipukul-pukul hingga lembut atau yang bahasa melayunya di pangkong. Kemudian siap disantap dengan kuah ebi atau kacang. Rasanya endeus, enak, gurih dan nagih. Wajib coba untuk siapapun. Wajib datang ke Pontianak di bulan Ramadhan.

Tahun 2019 ini aku masih berpuasa di Pontianak. Harapanku di tahun depan dan mendatang, mudah-mudahan bisa kuliah lanjut dan merantau di tempat baru yang penuh tantangan. Dan, aku tidak pernah lupa akan cita-citaku untuk menuntut ilmu sejauh-jauhnya hingga ke Amerika. Suatu hati nanti, aku yakin dan optimis.

Tulisan ini dilombakan di IMSA Blog Competition 2019. Semoga bermanfaat. Kamu juga wajib tau loh tentang IMSA. IMSA itu sendiri kepanjangan dari Indonesian Muslim Society in America atau bahasa Indonesianya komunitas muslim Indonesia di Amerika. IMSA adalah organisasi non profit yang bergerak dalam beberapa aspek kehidupan contohnya amal, kebudayaan, pendidikan, keagamaan, dan juga kepedulian sosial. Program-programnya juga kece abis contohnya imsacare, radio imsa, muktamar. IMSA juga memiliki misi mulia untuk meningkatkan kapasitas intelektual dan spriritual anggota komunitas yang nantinya untuk kontribusi terhadap kemajuan SDM Indonesia. Bahkan mereka juga punya misi untuk meningkatkan pemahaman terhadap Islam kepada orang-orang yang mungkin takut dan salah paham tentang islam. Untuk lebih detailnya main ya ke website imsa di imsa.us. Aku yakin dan optimis banget, moga suatu saat bisa main ke sekre IMSA atau jadi anggotanya sekalian J.